TUGAS MAKALAH SOFTSKILL
“ETIKA PROFESI AKUNTANSI”
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Dhia Fadhlurrahman (21211990)
Diana Ritri (22211044)
Dwi Astuti (22211226)
Dwinta Pusparani (22211283)
Elang Al Ars (28211414)
Gina Chairunnisa (23211070)
Hani Hikmawati (23211192)
4EB15
PTA 2014 / 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Di
era globalisasi ini banyak sekali kasus pelanggaran-pelanggaran terutama banyak
terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu kasus pelanggaran etika profesi
akuntansi. Tidak ada hanya masyarakat menengah yang mengalami pelanggaran
tersebut, yang lebih banyak pelanggaran yaitu terjadi di kalangan atas, seperti
kasus pelanggaran korupsi, kesalahan dalam melakukan pembuatan laporan
keuangan,bahkan melalukan pemalsuan tanda tangan terhadap nasabah bank, kasus
ini terlibat karena kurangnya ketelitian dalam pembuatan laporan keuangan dan
kurangnya sistem dalam perusahaan yang bersangkutan.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia bukan lagi merupakan
sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal dimana mana.
Kini setelah rezim otoriter orde baru tumbang tampak jelas bahwa praktik KKn
selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya meluas,
berura akar, dan menggurtia dalam masyarakat serta sistem birokrasi Indonesia,
mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah.
Sumartana, menyatakan bahwa KKN akhir-akhir ini dianggap sebagai wujud
paling buruk dan paling ganas dari gejala keerosotan moral dari kehidupan
masyarakat dan bernegara di negeri kita. KKN adalah produk dan relasi
sosial-politik dan ekonomi yan paling pincang dan tidak manusiawi. Relasi yang
dikembangkan adalah relasi yang diskriminatif,
alienatif, tidak terbuka, dan melecehkan kemanusiaan. Kekuasaan dainggap
sebagai sebuah privillege bagi kelompok (kecil) tertentu, serta bersifat
tertutup dan menempatkan semua bagian yang lain sebagai objek-objek yang tak punya akses untuk berpartisipasi. Setiap bentuk
kekuasaan (baik politik maupun ekonomi) yang tertutup akan menciptakan
hukum-hukumnya sendiri demi melayani kepentingan penguasaan yang eksklusif.
Kekuasaan yang tertutup semacam ini merupakan lahan subur yang bisa
menghasilkan panen KKN yang benar-benar melimpah.
Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota,
baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha,
pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Kredibilitas.
Prinsip Etika
memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota.Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan
berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan
Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau
Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk
menggantikannya.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Etika
Menurut
buku yang saya baca yang berjudul “Etika Bisnis bagi Pelaku Bisnis”
karangan Agus Arijanto, S.E., M.M,
pengertian etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “Ethos” berarti adat istiadat atau kebiasaan. Hal ini berarti
berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara
hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi
yang lainnya. Selain itu, etika bisnis juga merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah.Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis
(Velasquez, 2005).
Sedangkan menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika
Bisnis” karangan Dr. H. Budi Untung, S.H., M.M, etika berasal dari kata ethos sebuah kata dari Yunani yang
diartikan identik dengan moral atau moralitas. Kedua istilah ini dijadikan
sebagai pedoman atau ukuran bagi tindakan manusia dengan penilaian baik atau buruk
dan benar atau salah. Etika melibatkan analisis kritis mengenai tindakan
manusia untuk menentukan suatu nilai
benar atau salah dari segi kebenaran dan keadilan. Jadi ukuran yang
dipergunakan adalah norma, agama, nilai positif, universalitas. Oleh karena itu
istilah etika sering dikonotasikan dengan istilah-istilah tata krama, sopan
santun, pedoman moral, norma susila dan lain-lain yang berpijak pada
norma-norma tata hubungan antarunsur atau antarelemen di dalam masyarakat dan lingkungannya.
Di samping etika merupakan ilmu yang memberikan
pedoman norma tentang bagaimana hidup manusia diatur secara harmonis, agar
tercapai keselarasan dan keserasian dalam kehidupan baik antarsesama manusia
maupun antarmanusia dengan lingkungannya. Etika juga mengatur tata hubungan
antara institusi di dalam masyarakat dengan institusi lain dalam sistem
masyarakat dan environment (lingkungan)-nya.
2.2.
Tujuan Profesi Akuntansi
Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi:
·
Profesionalisme, Diperlukan individu yang dengan jelas
dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
·
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan
sistem informasi.
·
Kualitas Jasa, Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa
yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
·
Kepercayaan, Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa
yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa
oleh akuntan.
2.3.
Kode
Etik
Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia terdiri
dari tiga bagian:
·
Prinsip Etika,
·
Aturan Etika, dan
·
Interpretasi Aturan Etik
Prinsip
Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan
Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
2.4.
Prinsip
Etika Profesi Akuntan
2.4.1. Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan
tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.4.2. Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
· Satu
ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik.
Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik
dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah,
pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.
·
Profesi
akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya dengan terus
menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa
kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah
untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan
tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan
untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.
·
Dalam
mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang
saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi
benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu
keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka
kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
·
Mereka
yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi
tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan
kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa
berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai
jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan
Prinsip Etika Profesi ini.
2.4.3 Prinsip
Ketiga – Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
·
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.
·
Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
· Integritas diukur dalam bentuk apa
yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus
atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji
keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa
yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga
integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk
maupun jiwa standar teknis dan etika.
· Integritas juga mengharuskan
anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
2.4.4. Prinsip
Keempat – Obyektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
·
Obyektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
·
Anggota
bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan
obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan
jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain
menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit
internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri,
pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang
ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
·
Dalam
menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan
etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan
terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi
yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya.
Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan
menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran
kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
obyektivitas anggota.
c.
Hubungan-hubungan yang memungkinkan
prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus
dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan
bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi
prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan
hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak
pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang
berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat
membuat posisi profesional mereka ternoda.
2.4.5. Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang
kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling
mutakhir.
·
Kehati-hatian
profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya
sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten
dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
·
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak
menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota
harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan
bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi
seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi
menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
a.
Pencapaian
Kompetensi Profesional.
Pencapaian kompetensi professional pada
awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi, diikuti oleh pendidikan
khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam subyek-subyek yang relevan, dan
pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang normal untuk
anggota.
b. Pemeliharaan
Kompetensi Profesional.
– Kompetensi
harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar dan melakukan
peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan profesional
anggota.
– Pemeliharaan
kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus mengikuti perkembangan
profesi akuntansi, termasuk di antaranya pernyataan-pernyataan akuntansi,
auditing dan peraturan lainnya, baik nasional maupun internasional yang
relevan.
–
Anggota
harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan terdapatnya
kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten dengan standar
nasional dan internasional.
–
Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab
untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan,
pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang
harus dipenuhinya.
·
Anggota
harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik.
Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan
segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang
berlaku.
·
Kehati-hatian
profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara
seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.
2.4.6. Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap
anggota harus, menghormati kerahasiaan informasi iyang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya
·
Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien
atau pemberi kerja berakhir.
·
Kerahasiaan
harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau
terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
·
Anggota
mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan
orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip
kerahasiaan.
·
Kerahasiaan
tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga
mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional
tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk
keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
·
Anggota
yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak
boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat
pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain.
Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi
tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
·
Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas
kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Berikut ini adalah contoh
hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi
rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan.
Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan
semua pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus
dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum.
Beberapa contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan
informasi rahasia adalah: untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti
dalam proses hukum; dan untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada
publik.
c. Ketika ada kewajiban atau hak
profesional untuk mengungkapkan:
– untuk
mematuhi standar teknis dan aturan etika; pengungkapan seperti itu tidak
bertentangan dengan prinsip etika ini;
–
untuk
melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan;
– untuk
menaati peneleahan mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan
profesionallainnya; dan
–
untuk
menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur.
2.4.7. Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi: Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
2.4.8. Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
Standar
teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
2.5. Pengertian
Kolusi
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan
membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian
yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin
agar segala urusannya menjadi lancar.
Ciri-ciri
Kolusi:
- Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada oknum pejabat atau pegawai pemerintahan agar perusahaan dapat memenangkan tender pengadaan barang dan jasa tertentu. Biasanya, imbalannya adalah perusahaan tersebut kembali ditunjuk untuk proyek berikutnya.
- Penggunaan broker (perantara) dalam pengadaan barang dan jasa tertentu. Padahal, seharusnya dapat dilaksanakan melalui mekanisme G 2 G (pemerintah ke pemerintah) atau G 2 P (pemerintah ke produsen), atau dengan kata lain secara langsung. Broker di sini biasanya adalah orang yang memiliki jabatan atau kerabatnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Contoh Kasus Pelanggaran Etika
Profesi Akuntansi
Kasus Sembilan KAP yang Diduga
Melakukan Kolusi Dengan Kliennya
Jakarta,
19 April 2001 . Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangandan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997.
Koordinator
ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan
BPKP, Sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit
terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang
dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H
& R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R.
“Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akntan public dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,”
ujarnya. Karena itu,
ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan public dengan pihak perbankan.
ICW
menduga, hasil laporan
KAP (Kantor Akuntan Publik)
itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administrative meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP (Kantor
Akuntan Publik) itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan
KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut.
Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan administrative dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu,” tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya
yang melanggar kode etik profesi akuntan.
3.2. Analisis
Kasus Pelanggasaran Etika Profesi Akuntansi
Dalam kasus tersebut ditemukan
KAP yang melakukan audit terhadap sekitar
36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit. KAP tersebut telah melakukan penyimpangan terhadap tujuan profesi akuntansi,
yaitu memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Selain itu KAP tersebut juga melanggar Prinsip pertama – Tanggung Jawab Profesi, Prinsip Kedua
– Kepentingan Publik,
Prinsip Ketiga –
Integritas, Prinsip Keempat
– Obyektivitas, Prinsip Kedelapan
– Standar Teknis. Seharusnya KAP tersebut harus bertanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka, selain itu KAP juga harus bertanggung-jawab terhadap kepentingan publik. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. KAP harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Setiap KAP harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional
yang relevan.
·
Prinsip Pertama – Tanggung Jawab
Seperti
yang telah disebutkan di atas, dimana
seorang akuntan seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam setiap kegiatan
yang dilakukannya. Prinsip ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham. Selain itu,
orang yang profesional sudah dengan sendirinya akan bertanggung jawab atas
profesi yang dimilikinya dan dalam melaksanakan tugasnya dia akan bertanggung
jawab dan akan melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin dengan standar di atas
rata-rata, dengan hasil yang maksimal serta mutu yang terbaik. Dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan
yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
·
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Dari
masalah di atas Kantor Akuntan Publik (KAP) tersebut juga melanggar prinsip etika profesi yang kedua, yaitu kepentingan publik. Para akuntan dianggap telah menyesatkan publik
dengan penyajian laporan keuangan yang direkayasa dan mereka dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Dalam hal ini,
mereka telah bertindak berat sebelah yaitu mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan kepentingan pihak lain.
·
Prinsip Ketiga – Integritas
Prinsip ini dpat terlihat dengan jelas bahwa seseorang yang profesional
adalah juga orang yang mempunyai integritas pribadi atau moral yang tinggi.
Oleh karena itu, mereka mempunyai komitmen pribadi untuk menjaga keluruhan
profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain maupun masyarakat
lainnya.
· Prinsip Keempat – Objektivitas
Obyektivitas
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota.
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
·
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas. Standar teknis dan standar
profesional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari
contoh kasus dan penjelasan materi yang sudang dibahas, dapat kita simpulkan
beberapa hal yang penting. Seorang akuntan harus memegang teguh pada prinsip
akuntan yang professional karena dengan dilanggarnya prinsip tersebut seorang
akuntan tidak bisa disebut tenaga ahli yang professional karena mempermainkan
keadilan dan kejujuran.
Tidak
hanya melakukan kolusi yang dapat merugikan masyarakat banyak namun
tindakan-tindakan diluar dari standar seorang akuntan yang professional juga
bisa menodai namanya sendiri sebagai seorang professional maupun orang-orang
yang berkerja di bidang tersebut karna masyarakt otomatis sudah tertipu oleh
kumpulan kasus-kasus pelanggaran etika professional akuntan.
Seorang
akuntan juga harus bertanggung jawab akan laporan yang dibuat, laporan tersebut
harus bersih, jujur dan bebas dari hal-hal negatif yang melanggak kode etik
prrofessinya, prinsip kepentingan public juga harus dimiliki karena seorang
akuntan memang secara langsung berkerja untuk sebuah perusahaan namun bila
terjadi kecurangan dan ditutupi oleh akuntan hal tersebut juga merugikan
hak-hak masyarakat. Integritas yang tinggi harus dijunjung karena dengan
adaanya prinsip tersebut seorang akuntan tidak mudah diajak berkerjasama untuk
merugikan masyarakat dan hanya mementingkan keperluan perusahaan karena hal
tersebut menyangkut nama baiknya. Prinsip objektifitas perlu diberlakukan oleh
seorang akuntan dalam menjunjung tinggi keadilan secara intelektual, jujur dan
tidak memihak dan harus focus dengan apa yang ia kerjakan sebagai kewajibannya
yang harus dipertanggung jawabkan. Dan prinsip teknis adalah prinsip yang
menjadi acuan untuk seorang akuntan menjalankan tugasnya dengan benar karna
prinsip teknis bila dilanggar oleh seorang akuntan bisa langsung dikeluarkan
dari lembaga-lembaga yang menaungi akuntan professional maupun lembaga tinggi dari
professional akuntan publik.
PERTANYAAN
1. Apa
bukti nyata dari pelanggan etika yang dilakukan oleh 9 Kantor Akuntan Publik
(KAP) tersebut?
Jawab :
Pelanggaran yang dilakukan oleh 9 Kantor Akuntan Publik
(KAP) tersebut adalah menyetujui untuk merekayasa laporan keuangan bank yang
pernah di auditnya dengan cara membuat normal kondisi keuangan bank tersebut
sehingga bank tersebut terlihat sehat dan tidak dibekukan oleh pemerintah
sebagaimana mestinya.
2. Faktor
apa saja yang mempengaruhi 9 Kantor Akuntan Publik (KAP) melanggar prinsip
tersebut?
Jawab :
Menurut kelompok kami tidak ada alasan pasti dari
tindakan kolusi yang mereka lakukan karena ini merupakan rahasia yang tidak
mungkin di ungkapkan secara publik. Tetapi ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan pelanggaran etika profesi akuntansi,
yaitu :
· Kebutuhan Individu
· Tidak Ada Pedoman
· Perilaku dan Kebiasaan Individu
Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
· Lingkungan Yang Tidak Etis
· Perilaku Dari Komunitas
3. Apakah
ada hukum pidana dari tindak kolusi tersebut?
Jawab :
Aspek hukum perbuatan kolusi belum begitu tegas
dijelaskan. Mereka yang melanggar larangan masih dikenakan sanksi mulai dari
peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, hingga pencabutan izin.
Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syahruddin Rasul
mengatakan, bahwa Kolusi sebagai tindak pidana korupsi. Jadi, siapa pun yang
melakukan tindakan kolusi akan dikenakan hukuman atau sanksi sesuai dengan
hukum pidana yang berlaku untuk tindakan korupsi. Namun ada beberapa Sanksi
Pelanggaran Etika, yaitu :
1.
Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami
sebagai kesalahan yang dapat
‘dimaafkan’
2.
Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar